Womedia.id – Untuk pertama kalinya, Tobatenun meluncurkan koleksi pakaian resort (resort wear) dengan teknik pencelupan dan pewarnaan alam “Terbit” di Rumah Pewarnaan Alam Jabu Borna. Koleksi “Terbit” menghasilkan warna-warna indah yang terinspirasi dari keindahan warna langit di pagi hari, dengan desain ringan dan kasual yang sangat cocok untuk lingkungan tropis.
Koleksi “Terbit” yang ditampilkan di Alun Alun Indonesia, Grand Indonesia, pada 1-24 Agustus 2023 terinspirasi dari keindahan warna langit di pagi hari, menciptakan harmoni warna biru, putih, dan krem yang menawan.
Melalui perpaduan warna-warna alam ini, Tobatenun mengembangkan serta menyalurkan kreativitas para mitra pewarna alam yang tergabung di Rumah Pewarnaan Alam Jabu Borna. Selain itu, koleksi ‘Terbit’ menggunakan berbagai macam teknik yaitu teknik pencelupan dan pewarnaan alam yang dipadukan dengan kain potongan-potongan kain tenun batak.
Ini adalah komitmen Tobatenun untuk memaksimalkan keseluruhan kain agar terwujudnya sustainability dalam produksi produk mode.
Founder & CEO Tobatenun Kerri na Basaria menyatakan Tobatenun terus berkomitmen untuk mempertahankan budaya, khususnya kain tenun Batak dengan pendekatan yang berkelanjutan.
”Bersama Rumah Pewarnaan Alam Jabu Borna secara konsisten kami akan terus melakukan riset dan pengembangan terkait pewarnaan alami yang nantinya dapat digunakan untuk keseluruhan koleksi Tobatenun. Koleksi ‘Terbit’ merupakan keberlanjutan aktivitas riset dan pengembangan desain. Disamping itu kami juga berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dengan mengajak masyarakat untuk membeli pakaian yang ramah lingkungan,” ujar Kerri.
Jabu Borna sendiri adalah sebuah rumah pewarnaan alam yang dibangun dan didukung oleh Tobatenun, yang menjadi contoh nyata dari komitmen Tobatenun dalam mempertahankan sinergi dan ekosistem bisnisnya, mulai dari hulu hingga hilir. Termasuk dalam upaya pengembangan komunitas.
Jabu Borna, yang berasal dari kata Jabu yang artinya Rumah dan Borna yang artinya Warna. “Saat kami memulai tahap penelitian awal bersama komunitas lokal, kami menemukan fakta bahwa penggunaan pewarnaan alami mulai ditinggalkan oleh penenun. Sedangkan seni pewarnaan alami merupakan bagian dari proses menghasilkan selembar kain tenun. Melalui program pendampingan dan edukasi, Jabu Borna membuka peluang bagi mitra dan masyarakat sekitar untuk lebih memahami tentang proses pewarnaan alami,” jelas Kerri.
Sebagai social enterprise, Tobatenun dengan penuh kesungguhan selalu mengutamakan nilai-nilai yang lebih tinggi daripada sekadar penjualan. Tobatenun berkomitmen tidak hanya berfokus pada aspek bisnis, namun juga dalam membangun dan mengembangkan komunitas.
Hal ini tercermin melalui kehadiran rumah komunitas, yaitu Jabu Bonang dan Jabu Borna, yang menjadi pijakan utama dalam melaksanakan program-program pemberdayaan. Melalui hadirnya rumah komunitas ini, Tobatenun memberikan dukungan dan peluang bagi anggota masyarakat untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensi mereka.
Tobatenun meyakini bahwa melalui sinergi dan kolaborasi antara perusahaan, masyarakat, dan lingkungan, dapat bersama-sama mencapai perubahan yang positif.
Pada peluncuran koleksi ‘Terbit’ ini, Tobatenun juga dengan bangga turut memamerkan karya-karya tenun kreasi yang bertajuk ‘Pancarona’ yang merupakan kolaborasi antara Tobatenun dan mitra partonun yang merupakan praktisi seni dalam rumah komunitas Jabu Bonang. Tobatenun meyakini bahwa budaya harus terus berkembang dan berevolusi agar tetap lestari.
Oleh karena itu, mengangkat kreativitas penenun menjadi salah satu upaya Tobatenun dalam mengembangkan dan mempertahankan seni tradisi bertenun. Melalui upaya ini, Tobatenun berharap bahwa Tenun Batak dapat semakin bersaing dengan lebih baik di pasaran, memperoleh apresiasi yang lebih luas, dan terus berkembang dengan gemilang.
Perjalanan Tobatenun dimulai pada tahun 2018 yang diawali dari tekad dan harapan sederhana yaitu melestarikan kain tradisional Batak. Tobatenun dibangun tak pernah sekadar sebuah bisnis, lebih dari itu memiliki tujuan untuk membangkitkan semangat kewirausahaan para pembuat ulos di desa-desa tradisional di Sumatera Utara melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan, menghidupkan kembali teknik dan motif ulos yang hampir punah.
Dalam menjalankan bisnis, kami menerapkan program penjualan yang adil bersama rekan-rekan pengrajin tenun dan pemasok kami. ”Selain itu, kami juga turut serta membantu mengembangkan potensi masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan sosial dan perempuan,” tutup Kerri.
CEO of Alun Alun Indonesia, Catharina Widjaja mengatakan pihaknya terus mendukung para pelaku industri kreatif untuk terus melestarikan budaya Indonesia. ”Berinovasi agar terus menciptakan kreasi baru dan dapat memberikan apresiasi, kecintaan, dan rasa bangga terhadap produk lokal, sehingga dapat terus menarik berbagai pengunjung lokal maupun mancanegara,” tutur Catharina. (***)