Style  

Met Gala 2025 Usung Tema Dandyisme Kulit Hitam: Perpaduan Gaya, Identitas, dan Perlawanan

 

WOMEDIA.ID – Met Gala 2025 kembali menjadi sorotan dunia. Digelar Senin (5/5) di Metropolitan Museum of Art, New York, acara mode paling bergengsi ini mengangkat tema yang kuat dan berani: “Superfine: Tailoring Black Style”.

Lebih dari sekadar pamer gaun dan karpet merah, tahun ini Met Gala merayakan sejarah, identitas, dan kekuatan ekspresi pria kulit hitam melalui dandyisme.

Dikenal sebagai malam paling glamor di dunia mode, Met Gala bukan cuma soal siapa pakai apa—tapi juga tentang apa yang ingin disampaikan lewat pakaian itu. Tahun ini, tema “Superfine: Tailoring Black Style” membawa nuansa baru: eksplorasi gaya pria kulit hitam sebagai bentuk seni, simbol kebebasan, dan pernyataan sosial.

Inspirasi tema ini datang dari buku Slaves to Fashion karya Monica L. Miller, yang membahas bagaimana fesyen menjadi alat ekspresi politik bagi komunitas kulit hitam.

Dalam wawancaranya dengan Vogue, Miller menyebut dandyisme bukan sekadar gaya, tapi cara “menantang dan melampaui hierarki sosial dan budaya.”

Nuansa itu terasa kental di sepanjang gelaran Met Gala 2025. Karpet merah dipenuhi gaya-gaya tajam nan personal—mulai dari potongan tailoring klasik yang dipadukan dengan elemen streetwear hingga aksesori flamboyan penuh makna.

Selebriti seperti Andre 3000 dan Slick Rick mencuri perhatian, tampil dengan gaya yang mencerminkan akar budaya hip-hop dan sejarah gaya pria kulit hitam.

Pemimpin redaksi Complex, Aria Hughes, berharap tema ini menjadi ruang bercerita. “Mudah-mudahan ada cerita yang disampaikan lewat busana, dan saya ingin melihat karya-karya dari desainer kulit hitam seperti Patrick Kelly,” ujarnya, dikutip dari CBS News.

Tak hanya karpet merah, tema ini juga diwujudkan dalam pameran “Superfine” yang dikurasi oleh Costume Institute. Pameran ini menampilkan arsip desainer kulit hitam, seperti jaket kulit Dapper Dan dan koper bermonogram milik Andre Leon Talley, serta dibagi ke dalam 12 kategori tematik seperti Freedom, Presence, dan Cosmopolitanism. Semuanya membingkai bagaimana gaya bisa jadi narasi sejarah dan simbol perlawanan.

Dengan konsep “tailored for you”, para tamu diajak bermain bebas dengan elemen busana pria klasik sesuai gaya dan kepribadian masing-masing. Hasilnya? Karpet merah penuh kejutan, gaya maksimalis, dan interpretasi yang sarat makna.

Met Gala pertama kali digelar pada 1948 oleh Eleanor Lambert sebagai makan malam sederhana untuk menggalang dana Costume Institute. Tapi sejak Anna Wintour memimpin penyelenggaraannya sejak 1995, Met Gala berevolusi jadi ajang yang memadukan seni, mode, dan pesan sosial. Tahun ini, perpaduan itu terasa sangat kuat—dan sangat relevan.

Di balik tiket yang mencapai Rp 1,2 miliar per orang, Met Gala 2025 membuktikan bahwa mode bukan cuma soal kemewahan. Tahun ini, acara ini berubah menjadi ruang refleksi tentang bagaimana pakaian bisa mencerminkan identitas, membongkar stereotip, dan merebut kembali ruang budaya.